Tariuuuuuuu, tariuuuuuu, tariuuuuu….Gelegar pekikan tariu dari Panglima Jilah menggema seantero rumah Radakng Pontianak, disambut ribuan pasukan merah. Mereka kompak, satu komando, bak pimpinan angkatan perang.
Panglima Jilah adalah sang fenomenal, il fenomenal, publik Kalimantan dan Indonesia dalam beberapa hari ini membicarakannya. Ia mampu meyakinkan seorang Joko Widodo, Presiden Negara berpenduduk 275,4 juta ini mau datang khusus ke Pontianak pada acara musyawarah besar organisasi massa yang didirikan, dipimpin dan digerakkannya. Ia tampak sangat tangguh dan menjadi orator ulung untuk membakar semangat Pasukan Merah nya.
Meminjam keyakinan agama-agama Abrahamik tentang mesias sebagai seseorang tokoh pada masa depan yang diutus Sang Agung untuk membawa keselamatan bagi umatnya; apakah Panglima Jilah adalah mesias baru masyarakat Dayak yang dalam beberapa dekade terakhir mulai terkotak-kotak dalam aliran politik sehingga lupa memperjuangkan warganya, warga asli Pulau Borneo yang nun di pedalaman nasibnya seolah tak berubah mesti sudah hampir seabad Republik ini merdeka?
Panglima Jilah dan TBBR
Panglima Jilah menjadi semakin fenomenal pada Selasa, 29 November 2022. Hari itu kompleks Rumah Radakng di Kota Pontianak menjadi lautan manusia berpakaian merah, mayoritas anak muda. Mereka adalah pasukan merah yang tergabung dalam organisasi massa Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR). Mereka berkumpul untuk mengadakan Bahaupm Bide Bahana atau Temu Akbar. Hebatnya, temu akbar ini dibuka oleh Presiden Jokowi. Tentang TBBR, Panglima Jilah mengatakan bahwa TBBR merupakan organisasi masyarakat yang bergerak di bidang pelestarian budaya serta benteng masyarakat Dayak.
Anggota TTBR ya pasukan merah. Untuk menjadi Pasukan Merah tidaklah gampang. Ada tahapan seleksi dan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Selain seleksi kemampuan fisik, Pasukan Merah harus rendah hati, tidak radikalis, membela yang benar, dan menjadi garda terdepan untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Jika melanggar satu saja syarat-syarat tersebut, maka dipastikan si pelanggar dikeluarkan dari Pasukan Merah.
Nama asal Panglima Jilah atau pangalangok (panglima dalam bahasa Dayak Kanayatn) adalah Agustinus Jilah. Lahir tanggal 19 Agustus 1980 (42 tahun). Ia lahir di Desa Sambora, Kecamatan Toho, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar). Ia pemeluk agama Katolik.
Mengutip tayangan inews.id dengan judul ‘Mengenal Asal Usul Panglima Jilah Suku Dayak Kalimantan”, Panglima Jilah atau Pangalangok Jilah adalah pemimpin besar pasukan merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR).
Panglima Jilah dengan Pasukan Merah (TBBR)
Panglima Jilah adalah cucu dari seorang panglima yang sangat terpandang pada jaman kerajaan silam. Tak heran ia disegani sekaligus dikagumi, tidak hanya di Kalimantan Barat, namun juga di Kalimantan lain (Tengah, Timur, Selatan, Utara), bahkan kabarnya sampai ke Sabah dan Sarawak (Malaysia).
Banyak yang menganggap Panglima Jilah sebagai simbol perjuangan masyarakat dalam mencari keadilan di tanah leluhurnya. Ia menguasai seni beladiri tradisional Dayak dan memiliki kesaktian ilmu kebal. Tubuhnya dibalut dengan tato khas Dayak yang membuat penampilannya menarik perhatian. Ia memiliki ilmu kebal dan kekuatan supranatural Dayak lainnya.
Panglima Jilah melalui masa lalu yang penuh liku dan bisa dikatakan berat. Saat kecil ia memiliki kelainan dari teman-temannya. Konon katanya lidahnya sering keluar, perut buncit dan keterbatasan dalam bicara alias gagap. Namun dengan kegigihannya, ia mampu mengatasi semuanya hingga normal.
Meski menyandang status sebagai panglima (pangalangok), Jilah adalah sosok rendah hati dan selalu mengutamakan kedamaian satu sama lain. Ia sangat ramah, murah senyum, peduli dengan masyarakat dan lingkungannya.
“Mesias” Baru Bangsa Dayak?
Dalam berbagai publikasi di media massa maupun media sosial, Panglima Jilah disebutkan memiliki semangat juang dan nyali yang membara dalam memperjuangkan hak-hak kaumnya di tanah adat leluhur. Yang paling kentara adalah, ia mampu menyatukan 400 subsuku Dayak se-Kalimantan.
Akhir-akhir ini, sosok Panglima Jilah sering muncul dalam aksi massa yang bersinggungan dengan masyarakat adat melalui Pasukan Merahnya. Dilansir dari YouTube Larasati Channel, Pasukan Merah beranggotakan sekitar 48.000 orang yang tersebar di seluruh Kalimantan.
Bersama Pasukan Merahnya, Panglima Jilah mampu menghidupkan tradisi dan adat Suku Dayak yang mulai tenggelam dimakan zaman. Ia mampu merangkul anak-anak muda generasi milenial untuk terus menghidupkan tradisi dan adat istiadat suku Dayak yang mulai tergerus jaman.
Dalam temu akbar TBBR di Pontianak, di hadapan Presiden Jokowi, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Kalbar dan sejumlah pejabat Negara lainnya, Panglima Jilah dengan lantang meminta pemerintah mengakomodir peningkatan SDM anak-anak masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan. “Kiranya Bapak Kapolri, saya berharap bisa memberikan kuota khusus agar anak-anak Dayak dapat bergabung di TNI dan Polri, kami rindu melihat jenderal dari suku Dayak di masa depan,” harap Panglima Jilah.
Panglima Jilah dan TBBR nya mendukung penuh Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur, seraya berharap, “Besar harapan kami IKN dapat berpengaruh besar kepada pembangunan masyarakat Dayak, baik dari SDM dan Infrastruktur,”pintanya kepada Presiden. (Pernyataan Panglima Jilah dan Presiden Jokowi selengkapnya bisa ditonton disini: https://youtu.be/JQY768egk_4 dan https://youtu.be/KElW5H7bPVM)
Harus diakui, Panglima Jilah sungguh fenomenal. Ia lahir dari kalangan rakyat biasa, tanpa sokongan politik dan dana namun mampu menggerakkan puluhan ribu warga Dayak dari kampung-kampung di Kalimantan Barat khsususnya dan lalu menyebar ke seluruh Kalimantan lainnya. Tanpa gembar gembor, TBBR menjelma menjadi kekuatan massa yang diperhitungkan di Republik ini.
Semoga dengan popularitas Panglima Jilah dan TBBR, membuatnya semakin berkomitmen penuh memperjuangkan masyarakat di pedalaman, di daerah tertinggal, daerah terluar di Bumi Borneo ini akan dapat hidup layak, punya harkat dan martabat; menjadi tuan di tanah sendiri; bisa sedikit menikmati kekayaan alamnya yang selama ini dikeruk oleh aneka bentuk konglomerasi tanpa mereka merasakan banyak manfaatnya. Semoga Panglima Jilah menjadi “mesias” baru, harapan dan penyelamat kaum kecil. Semoga Panglima Jilah dan TBBR tidak keseleo, tetap lurus memperjuangkan misi dan visinya untuk masyarakat kecil, masyarakat Dayak yang tertinggal. Tidak masuk politik praktis dan atau masuk lingkungan konglomerasi yang pada akhirnya bisa saja menenggelamkan spirit dan misinya.***
Siaran Pers Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat
“TOLAK RUU PENGEMBANGAN DAN PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN (RUU PPSK)”
Pemerintah dan DPR saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Setelah mempelajari RUU tersebut, Kami, Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat menyatakan sikap sebagai berikut.
Pertama,MENOLAK Sepenuhnya RUU PPSK Tahun 2022. RUU inidalam pembentukannya telah cacat secara proses dengan mengabaikan azas penyusunan atau pembentukan Undang-Undang. Yaitu tidak pernah melibatkan Gerakan Koperasi dan secara substansi telah melanggar prinsip-prinsip dasar Koperasi.
Kedua,MENOLAK segala bentuk diskriminasi dan ‘aksi polisionil’ terhadap gerakan Koperasi oleh pihak manapun.
Ketiga, MENGUNDANG para penyusun RUU PPSK tahun 2022 (Presiden RI dan Ketua DPR RI) untuk segera datang ke Kalimantan Barat berdiskusi dengan Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat.
Perwakilan empat sekunder KSP Credit Union di Kalbar usai siaran pers di kantor PUSKOPCUINA (17/11)
Ada tiga alasan mengapa kami menolak RUU PPSK.
Pertama, alasan secara filosofis, bahwa:
1. Koperasi merupakan self regulated organization yang menempatkan manusia lebih tinggi dibandingkan modal, supreme di atas modal dan material. Koperasi merupakan organisasi berbasis orang (people-based association) yang berbeda dengan korporasi berbasis kumpulan modal.
2. Gerakan Koperasi seluruh dunia mengakui bahwa prinsip otonomi dan demokrasi adalah merupakan kekuatan masyarakat sendiri untuk mengatur diri sendiri (self help regulated).
3. Koperasi sejak Tahun 2016 telah diakui oleh PBB sebagai warisan bukan benda (intangible herritage) yang merupakan gerakan menolong diri sendiri melalui kerja sama (self help through mutual).
Kedua, alasan empiris sosiologis. Koperasi justru memiliki ketahanan (resiliance) karena diakui otonom dan cara kerja yang demokratis. Contoh di Jerman yang selama 90 tahun tidak pernah meminta dana talangan uang negara (bailout) padahal mereka adalah pembayar pajak juga. Kenapa bisa, karena dengan demokrasi Koperasi justru anggota turut mengambil tanggung jawab terhadap risiko bisnis yang itu berbeda dengan korporasi perbankan.
Ketiga, alasan yuridis, yakni:
(1).Koperasi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan sesuai dengan demokrasi ekonomi seperti yang disebut dalam pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.
(2). Tidak adanya pengakuan terhadap Koperasi untuk mendapatkan fasilitas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap badan hukum Koperasi yang merupakan badan hukum ficta persona yang diakui oleh negara. Sehingga RUU PPSK tahun 2022 telah melanggar pasal 28 huruf b Undang Undang Dasar 1945.
(3). Perluasan kewenangan LPS menurut RUU PPSK tahun 2022 Bagian Ketiga Pasal 3A dan Pasal 4 yang memberikan penjaminan terhadap asuransi adalah merupakan bentuk ‘pelegalan perampokan’ uang negara untuk kepentingan para korporasi asuransi kapitalis.
(4). RUU PPSK tahun 2022 ini menjadikan kekebalan hukum terhadap pengambil kebijakan yang jelas melanggar konstitusi.
(5). Bentuk intervensi terhadap Gerakan Koperasi adalah pelanggaran terhadap otonomi dan demokrasi Koperasi (Pasal 191, pasal 298-305 RUU PPSK tahun 2022).
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan agar ditindaklanjuti demi menyelamatkan marwah koperasi Indonesia.
Disampaikan di : Pontianak
Paa tanggal : 17 November 2022
Atas nama Gerakan Koperasi Credit Union Kalimantan Barat
(1). Ir.Marsianus Syarib, Ketua Pengurus KSP PUSAT SIMPAN PINJAM BUMI BORNEO (Skd)
Badan Hukum No.1355/BH/X, 2 November 2011; Anggota: 5 CU primer dengan total anggota individu 462.791 orang
2. Marselus Sunardi, S.Pd; Ketua Pengurus KSP PUSKOP CREDIT UNION INDONESIA (Skd)
Badan Hukum No.927/BH/M.KUKM.2/X/2010. Anggota: 46 CU primer; dengan total anggota individu 546.466 orang.
3. Dr. Drs. Stefanus Masiun,S.H.,ME; Ketua Pengurus PUSKOP CREDIT KHATULISTIWA (Skd)
Badan Hukum No.1321/BH/X,3 September 2009. Anggota: 7 CU primer, dengan total anggota individu 454.272 orang
4. Hendriyatmoko, Ketua Pengurus KSP PUSKOPDIT KAPUAS, Badan Hukum No. 1294/BH/XVII, 25 Oktober 2007. Anggota: 9 CU primer; dengan anggota individu 61.583 orang.
Sukacita sungguh dirasakan umat Katolik Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat selama dua hari ini, Jumat dan Sabtu 10-11/11). Inilah momentum agung, pentahbisan uskup baru Sanggau. Kamis (10/11) pukul 18.00 WIB: ibadat Vesper Agung; yakni ibadat pengikraran kesetiaan Uskup kepada Sri Paus. Juga pengakuan iman Uskup Terpilih dan pemberkatan berbagai atribut penanda uskup yang akan dia kenakan dalam tugasnya. Jumat (11/11) pukul 09,00 WIB Perayaan Tahbisan Agung di Gereja Katedral Sanggau. Ribuan umat akan mengikuti misa ini. Umat yang belum berkesempatan hadir dapat mengikuiti misa melalui streaming di youtube: https://youtu.be/ELyPqZHAYKE.
Gembala & akademisi “Saya mau belajar menjadi pendengar yang baik; mencermati dinamika umat dan masyarakat. Saya akan menjadi gembala umat dan tetap sebagai akademisi”. Demikian disampaikan Doktor Valentinus Saeng, CP. Saat dirinya diumukan sebagai Uskup Sanggau pada tanggal 18 Juni 2022 lalu menggantikan Mgr Julius Mencuccini, CP. Yang sudah berusia 76 tahun. Mgr.Valen adalah pemegang gelar Doktor bidang Filsafat yang tidak pernah melayani umat secara langsung di paroki atau stasi. Sejak kembali dari Roma pada November 2008, ia bekerja sebagai dosen di STFT Widya Sasana, Malang hingga November 2022. “Saya tidak pernah terjun ke dunia pastoral sama sekali. Saya harus belajar tentang karya pastoral dari para pastor paroki dan kuria diosesan. Teori dan praktik sangat jauh berbeda. Langkah pertama yang akan saya lakukan adalah belajar, mendengarkan, mendapatkan masukan, menganalisis situasi, dan sebagainya. Saya akan mempertahankan apa yang telah ditanam dan dipanen oleh para misionaris hebat sebelumnya. Saya berharap saya bisa melakukan ini. Mempertahankan sesuatu bukanlah pekerjaan yang mudah karena saya akan membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerja sama,” ujarnya kepada ucanews.com (https://indonesia.ucanews.com). Mgr. Valen lahir pada 28 Oktober 1969, di Keramuk, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Pendidikan Seminari Menengah St. Gabriel di Sekadau, postulan dan novis di Kongregasi Pasionis di Malang. Studi filsafat di STFT Widya Sasana (1995) dan ditahbiskan menjadi imam pada 26 September 1998. Imam yang fasih lima bahasa ini memperoleh gelar master dalam bidang filsafat tahun 2001 dan gelar doktor tahun 2008, keduanya dari Universitas Kepausan St. Thomas Aquinas di Roma. Ia menjabat sebagai anggota Komisi Pendidikan Kongregasi Pasionis (2008-2011) dan Kepala Rumah Studi Pasionis di Malang (2008-2012). Sejak 2011, ia menjabat sebagai pengawas komisi pendidikan di kongregasi Pasionis. Aktif menghasilkan karya tulis ilmiah dan menjadi pembicara untuk seminar-seminar.
110 Tahun Keuskupan Sanggau Sanggau adalah salah satu kabupaten di Kalbar dengan umat Katolik yang besar. Berawal sebagai stasi yang didirikan tanggal 22 Desember 1912. Kala itu masuk dalam wilayah Prefektur Apostolik Kalimantan yang berpusat di Pontianak. Kala itu belum ada pastor yang menetap di stasi ini, dilayani oleh imam-imam Ordo Fransiskan Kapusin (OFM Cap.). Karena umat semakin banyak, maka tahun 1925, Pastor Kanisius, OFM Cap ditunjuk menjadi Pastor Sanggau yang pertama dan tahun 1928 secara resmi didirikan Paroki Sanggau.
Dikutip dari situs Karina KWI (http://karina.or.id/keuskupan-sanggau), pada tahun 1950, Mgr. Tarcisius van Valenberg, OFMCap (Administrator Apostolik Pontianak), mendatangkan berbagai kongregasi pastor, bruder dan suster untuk berkarya di wilayah Prefektur Apostolik Pontianak. Dengan bertambahnya tenaga misionaris, dibangunlah sekolah-sekolah dan gedung gereja. Stasi-stasi pun mulai dimekarkan; Sekadau (1950), Jangkang Benua dan Pusat Damai (1952), Jemongko (1956) dan Batang Tarang (1958). Sejak tahun 1960, pelayanan di Paroki Sanggau diserahkan kepada misionaris Kapusin dari negara Swiss, diantaranya P. Ewald Beck, OFM Cap, P. Franz Xaver Brantschen, OFM Cap, P. Matthau, OFM Cap, P. Rene Roscy, OFM Cap, P. Lazarus, OFM Cap dan P. Agatho Elsender, OFM Cap. Tanggal 10 Juli 1982 secara resmi diumumkan pendirian Keuskupan Sanggau dan diresmikan tanggal 5 Desember 1982. Gereja paroki pun berubah menjadi gereja katedral. Tanggal 8 Mei 2011, diadakan misa terakhir dan pembongkaran gereja Katedral Sanggau oleh Uskup Mgr. Giulio Mencuccini, CP. Gereja yang telah berdiri selama lebih dari 40 tahun ini diganti dengan gereja Katedral yang baru. Luas wilayah Keuskupan Sanggau adalah 18.302 kilometer persegi, yang melingkup KabupatenSanggau dan Sekadau. Saat ini ada 36 kongregasi yang berkarya di keuskupan yang berbatasan dengan Sarawak ini dengan 24 orang imam. Sandu_news