Tahbisan Imam dan Uskup

Kabar duka datang dari Rumah Sakit St. Antonius, Pontianak, Senin, 30 September 2024, sekitar pukul 21.15 Waktu Indonesia Barat, Monsinyur Herculanus Hieronymus Bumbun OFM Cap., Uskup Emeritus Keuskupan Agung Pontianak,  dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa.  Memang sejak beberapa hari terakahir kesehatan beliau menurun.

Sungguh mengagumkan, beliau meninggal di hari yg sangat special, Hari Raya Peringatan Wajib St. Hieronimus tanggal 20 September.

Bumbun sebagai Kapusin Muda

Mengutip situs katolikpedia, beliau ditahbiskan sebagai imam Kapusin (OFM Cap) tanggal 27 Juli 1967. Tanggal 19 Desember 1975 ditunjuk sebagai Uskup Auksilier Keuskupan Agung Pontianak. Tanggal 27 Mei 1976 ditahbiskan sebagai Uskup Tituler Capra dan tanggal 26 Februari 1977 dilantik sebagai Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak. Tahun 1982 sampai 1990 ditunjuk sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Sanggau. Pada 3 Juni 2014, Mgr. Bumbun mengundurkan diri dan digantikan oleh Mgr. Agustinus Agus.

Ketika menjabat sebagai Uskup Agung Pontianak beliau mengemban tugas penting dalam memperkuat kemandirian Gereja Katolik di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat. Mgr. Bumbun adalah uskup dari suku Dayak pertama di dunia. Banyak jasa beliau untuk gerakan sosial dan ekonomi di Kalimantan Barat melalui berbagai karya Gereja Katolik dalam bidang pendidikan, Kesehatan, organisasi sosial, budaya dan sebagainya.

Bumbun dari Keluarga Terpandang

Dalam buku “Kenangan Abadi Mgr.Hieronymus Bumbun OFM Cap di Kampung Semadu”, yang ditulis Paulus Florus dan diterbitkan Penerbit SANDU gtahun 2022, dijelaskan bahwa Bumbun lahir di Kampung Menawai Tekam,  putera ke-7 dari 17 bersaudara. Ayahnya Bernama Pius Ria Ensoh dan Ibunya bernama Veronika Unsai.

Menurut Florus, Bumbun memang berasal dari keluarga terpandang di kampung Menawai Tekam. Pada awal perkenalan agama katolik ke daerah Mualang, tahun 1943, Pastor Donatus Dunselman, O.F.M.,Cap. mengunjungi Menawai Tekam, dan kemudian menuliskan cacatan singkat terkait silsilah Mgr. Bumbun  “…saya masih ingin memper-kenalkan kepala kampung lama dari Menawai Tekam. Dia sekarang sudah pensiun. Tetapi sebelumnya pegang gelar hebat: Petinggi Muda, Tali Bicara, yaitu Kepala Muda, ikatan perundingan-perundingan; dengan kata lain: Dia yang memegang pemerintahan.  Dia bapa dari 9 anak yang telah kawin, semua dari satu perkawinan dan anaknya tertua yang ganti dia sebagai kepala, telah punya 13 anak yang hidup.  Keluarga-keluarga ini semua katekumen kecuali satu yang Kristen Protestan.”

Catatan itu ditulis pada tahun 1949. Mungkin ketika menuliskan catatan itu, Pastor Donatus lupa nama Petinggi Muda itu, sehingga tidak disebutkan. Petinggi Muda, Tali Bicara yang dia maksudkannya adalah kakek moyang Mg. Bumbun. Sedangkan anak tertua penggantinya adalah Kakek dari Mgr. Bumbun, bernama Landai.

Bumbun bersekolah di Semadu mulai tahun 1943, dari kelas 1 sampai kelas tiga. Pada waktu itu, Sekolah Rakyat Semadu memang hanya ada kelas 1 sampai dengan kelas 3. Selanjutnya, oleh Pastor Donatus Dunselman, OFM.Cap., Bumbun dibantu untuk melanjutkan pendidikannya ke Nyarumkop, kelas 4 dan kelas 5. Selama di Nyarumkop  dia menumpang tinggal di rumah keluarga Jakobus Saman, Kepala Sekolah Rakyat Nyarumkop waktu itu.

Ketika kelas 6, dia dapat tinggal di asrama. Dia kemudian dibabtis menjadi Katolik di Nyarumkop pada tahun 1950 dengan nama Herculanus. Nama lengkapnya menjadi Hieronymus Herculanus Bumbun.

Patung Bumbun

Sebagai  bentuk penghargaan akan jasa besar Mgr. Bumbun, Masyarakat Menawai Tekam membangun sebuah patung perunggu dan ditempatkan di depan samping Gereja Katolik Santo Heronimus Menawai Tekam.

Gereja St. Heronimus dengan patung Heronymus di depannya

Itulah patung dari seorang Uskup Agung dengan pribadi yang sederhana, yang seluruh hidupnya diabdikan untuk mencintai sesama. Motto tahbisan uskupnya AMOR NON AMATUR, Cinta tidak Dicintai, tergambarkan juga pada patung di kampung ini: patung itu tidak menuntut untuk dicintai. Ia rela berdiri dalam kesunyian kampung Semadu. Itulah satu bukti bahwa  Mgr. Bumbun telah mewartakan iman yang hidup dan menjadi saksi bagaimana orang Dayak Mualang menerima Kristus.

Jalan ke kampung Semadu yang kebanjiran

Patung itu berdiri tenang seakan-akan mengingatkan siapa saja yang memandangnya untuk tidak takut akan kesunyian lingkungan. Dalam kesunyian Tuhan juga hadir. Dari kesunyian Semadu telah lahir cinta yang besar untuk kaum Mualang dan umat Kalimantan Barat.

SELAMAT JALAN MENUJU KEABADIAN YANG MULIA, MONSIGNOR HERONIMUS BUMBUN***